shilohcreekkennels.com

shilohcreekkennels.com – Khairul Fahmi, seorang analis dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), telah mengeluarkan pernyataan terkait kebijakan baru Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengubah terminologi ‘Kelompok Kriminal Bersenjata’ (KKB) dan ‘Kelompok Separatis Teroris’ menjadi ‘Organisasi Papua Merdeka’ (OPM). Dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 17 April, Fahmi berpendapat bahwa modifikasi terminologi ini, tanpa diimbangi oleh revisi kebijakan negara yang substansial, tidak akan memberikan dampak yang berarti dalam penanganan konflik.

Keterbatasan Operasi TNI Tanpa Revisi Kebijakan

Fahmi menjelaskan bahwa tanpa pengesahan status baru kelompok ini secara resmi oleh negara, TNI tidak akan dapat secara efektif melakukan penyesuaian terhadap Operasi Militer Selain Perang (OMSP) di wilayah Papua. Kegiatan TNI masih bergantung pada arahan Presiden Republik Indonesia, sebagai panglima tertinggi. Apabila tidak terjadi revisi kebijakan yang signifikan, maka OMSP TNI di Papua akan tetap beroperasi dengan mandat pemeliharaan keamanan dan ketertiban sebagai pendukung kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri), bukan sebagai operasi militer untuk menanggulangi gerakan separatis atau pemberontakan bersenjata.

Pendekatan Pemerintah dalam Menangani Situasi di Papua

Fahmi mengakui bahwa pemerintah telah mengidentifikasi kebutuhan pendekatan yang komprehensif dan multi-sektoral dalam mengatasi tantangan di Papua. Pendekatan ini tidak mengecualikan peran TNI dan Polri, namun menyerukan adanya distribusi tugas yang lebih tepat. TNI diharapkan untuk terus mengambil peran dalam menghadapi kelompok separatis, sementara Polri mengatasi kejahatan umum dan gangguan keamanan, dan kementerian atau lembaga pemerintah lainnya menerapkan strategi non-kekerasan.

Respons TNI atas Pergantian Nomenklatur dan Pernyataan Panglima

TNI telah memilih untuk mengadopsi istilah yang lebih sesuai dengan identifikasi internal kelompok di Papua, yaitu OPM. Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, menyatakan bahwa kelompok ini, yang juga mengidentifikasi diri sebagai ‘Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat’ (TPNPB), telah terlibat dalam berbagai aksi teror yang merugikan masyarakat sipil dan anggota keamanan.

Pengamat ISESS, Khairul Fahmi, menekankan perlunya perubahan kebijakan dan strategi yang kongkret dari pemerintah untuk mendukung perubahan terminologi ini, sehingga dapat memberikan efek yang lebih mendalam dalam upaya penyelesaian konflik di Papua.