shilohcreekkennels.com – Amerika Serikat (AS) telah mengakui bahwa mereka telah menggandakan jumlah pasukannya di Suriah sejak awal 2024. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari operasi AS melawan kelompok radikal Islamic State (ISIS). Menurut Departemen Pertahanan AS (Pentagon), saat ini sekitar 2.000 tentara AS ditempatkan di wilayah Suriah, jauh lebih banyak dari yang sebelumnya dilaporkan yaitu sekitar 900 personel.
Washington selama bertahun-tahun menyatakan bahwa mereka menempatkan sekitar 900 personel militer di Suriah sebagai bagian dari upaya internasional memerangi ISIS. Namun, baru-baru ini, Juru bicara Pentagon Mayor Jenderal Pat Ryder mengungkapkan bahwa jumlah pasukan AS di Suriah lebih banyak dari yang disebutkan sebelumnya. Ryder menyebut saat ini terdapat “sekitar 2.000 tentara AS di Suriah” dan pengerahan tersebut setidaknya sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.
Peningkatan jumlah pasukan ini dianggap sebagai pasukan sementara yang berada di sana untuk mendukung misi mengalahkan ISIS. Ryder menjelaskan bahwa jumlah tambahan ini dianggap sebagai pasukan sementara yang dikirim untuk memenuhi kebutuhan misi yang terus berubah, termasuk dalam upaya mengalahkan ISIS.
Peningkatan pasukan AS di Suriah juga terjadi di tengah ketegangan yang meningkat setelah jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah pada awal Desember 2024. Pasukan oposisi berhasil merebut Suriah dan menggulingkan Assad dalam waktu singkat, yang memicu kembali pertempuran di berbagai wilayah yang sebelumnya relatif tenang. AS semakin meningkatkan serangannya sejak tumbangnya pemerintahan Assad, dengan serangan terbaru dilancarkan pada 8 Desember lalu, menargetkan area-area yang sebelumnya dilindungi oleh sistem pertahanan udara Suriah dan sekutunya, Rusia.
AS bekerja sama dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang didominasi kelompok Kurdi, dalam upaya memerangi ISIS. SDF kini menguasai sebagian besar wilayah Suriah timur setelah ISIS kehilangan wilayah kekuasaannya pada 2019. Namun, aliansi ini menimbulkan ketegangan dengan Turki, yang memandang SDF sebagai ancaman keamanan nasional karena hubungannya dengan kelompok bersenjata Kurdi yang mereka labeli sebagai teroris.
Operasi militer AS di Suriah diwarnai ketegangan dengan Turki, khususnya terkait serangan terhadap SDF di wilayah sbobet Manbij dan Suriah utara. Situasi semakin rumit ketika SDF secara tidak sengaja menembak jatuh drone MQ-9 Reaper milik AS setelah salah mengidentifikasinya sebagai drone Turki. Insiden serupa bukan pertama kali terjadi, dan AS terus berupaya menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas kawasan dan mencegah kebangkitan ISIS.
Peningkatan jumlah pasukan AS di Suriah menunjukkan komitmen yang kuat dari Washington untuk terus memerangi ISIS dan menjaga stabilitas di kawasan tersebut. Namun, tantangan diplomatik dan risiko keamanan tetap menjadi perhatian utama, terutama dengan semakin kompleksnya dinamika antara AS, SDF, dan Turki di Suriah.